Jumat, 08 Mei 2015

PSIKOTERAPI


Nama   : Chintya Hermawanti
Npm     : 11512595
Kelas   : 3PA11

A.    Pengertian Terapi Kelompok

Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Sitohang, 2011).
Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep dalam Sitohang, 2011).
Terapi Kelompok adalah bentuk terapi yang melibatkan satu kelompok dari pertemuan yang telah direncanakan oleh seorang terapis yang ahli untuk memfokuskan pada satu atau lebih dalam hal:
1.      Kesadaran dan pengertian diri sendiri.
2.      Memperbaiki hubungan interpersonal.
3.      Perubahan tingkah laku.




B.  Cara Melakukan Terapi Kelompok
1. Tahap Intake
Tahap ini ditandai oleh adanya pengakuan dari klien mengenai masalahnya  yang mungkin tepat dipecahkan melalui terapi kelompok ataupun terapis juga dapat menelaah situasi yang dialami klien. Tahap intake disebut juga sebagai tahap kontrak antara terapis dengan klien, karena pada tahap ini terdapat persetujuan dan komitmen antara terapis dan klien untuk melakukan kegiatan-kegiatan perubahan tingkah laku melalui terapi kelompok.


2. Tahap Assesmen dan Perencanaan Intervensi
Terapis dan para anggota terapi (klien) mengidentifikasi permasalahan, tujuan-tujuan kelompok serta merancang rencana tindakan pemecahan masalah. Pada tahap ini juga dibahas tempat atau ruangan pelaksanaan terapi kelompok, frekuensi pertemuan, lama pertemuan dan waktu yang dibutuhkan.

3. Tahap Penyeleksian Anggota
Penyeleksian anggota untuk membentuk suatu kelompok harus dilakukan terhadap orang-orang yang paling mungkin mendapatkan manfaat dari keterlibatannya dalam kelompok. Dalam pembentukan kelompok harus mempertimbangkan tipe permasalahan, persamaan tujuan, persamaan jenis kelamin untuk masalah-masalah tertentu dan tingkatan umur 


4. Tahap Pengembangan Kelompok

Norma-norma, harapan-harapan, nilai-nilai dan tujuan-tujuan kelompok akan muncul dalam tahap ini sehingga dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aktivitas serta relasi yang berkembang dalam kelompok. Oleh karena itu, pada tahap ini terapis memegang peranan penting untuk dapat membantu kelompok mencapai tujuan.



 5. Tahap Evaluasi dan Terminasi

Dalam langkah ini terapis perlu melihat sejauh mana keberhasilan terapi kelompok yang telah dijalankan melalui evaluasi. Berdasarkan hasil evaluasi, maka dilakukanlah terminasi atau pengakhiran kelompok. Terminasi dilakukan berdasakan pertimbangan dan alasan mengenai tujuan individu maupun kelompok tercapai, waktu yang ditetapkan telah berakhir, kelompok gagal mencapai tujuan-tujuannya, serta keberlanjutan kelompok dapat membahayakan satu atau lebih anggota kelompok.




C.  Manfaat Terapi Kelompok
1. Membentuk sosialisasi.
2. Meningkatkan identitas diri.
3. Menyalurkan emosi secara konstruktif.
4. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.
5. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui
    komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
6. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti
    kognitif dan afektif
7. Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan
    sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan              
    kemampuantentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.




D.  Kasus – Kasus yang Diselesaikan Dalam Terapi Kelompok
1.    Kecanduan alcohol, rokok,  dan obat-obatan terlarang
2.    Kecemasan yang berlebihan
3.    Kemalasan bekerja
4.    Konflik antar pegawai
5.    Kenakalan remaja
6.    kekerasan seksual
7.    Perilaku kekerasan pada penderita skizofrenia
8.    Stress dalam menghadapi penyakit
9.    Permasalahan hubungan sosial

E. Contoh Kasus Dalam Terapi Kelompok
Mila adalah Seorang mahasiswa tingkat tiga di salah satu Universitas ternama di kota Makassar. Mila dalam keseharian dikenal sebagai seorang mahasiswa yang ramah oleh teman-temannya. Tidak ada yang salah dalam perilakunya, namun lain halnya bagi teman-teman dekat Mila. Mereka merasa bahwa Mila memiliki kecemasan yang berlebihan, sehingga setiap saat harus ditemani oleh temannya. Terutama dalam hal-hal yang membutuhkan pilihan. Bagi teman-temannya, perilaku Mila yang terlalu bergantung pada orang lain cukup mengganggu, mereka mengkhawatirkan apa yang akan terjadi jika tidak ada mereka disamping Mila. Setelah melakukan wawancara langsung dengan Mila yang dibungkus dalam bentuk curhat-curhatan, Mila mengaku bahwa ia menjadi seperti itu karena Mila yang juga merupakan anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan di keluarganya sewaktu kecil segalanya diuruskan oleh orang tua dan kakak-kakaknya. Mila mengatakan bahwa pernah sekali ia bermain dengan ayahnya, ketika sang ayah tidak melihat Mila yang tengah bersembunyi dibalik tembok dan tiba-tiba mengagetkan ayahnya. Namun, ternyata ayahnya langsung jatuh dan kejang-kejang sambil memegang dadanya, dan setelah dirujuk ke dokter diketahui bahwa ayahnya terkena penyakit jantung. Mila sangat sedih dan ketakutan dan mengaku bahwa saat itulah pertama kalinya ia dimarahi habis-habisan oleh kakak-kakaknya. Pada kasus tersebut dapat ditangani dengan metode penanganan gestal: Terapi kelompok, klien dalam terapi kelompok biasanya merasakan kelegaan dan harapan karena menyadari bahwa masalah mereka tidaklah unik. Terapi kelompok memberi mereka dukungan situasiyang kondusif untuk diskusi yang terus terang mengenai dorongan dan metodekontrak diri. Selain adanya keinginan dari klien untuk melakukan perubahan, dukungan dari luar juga mempengaruhi. Didalam terapi kelompok klien diberikan dukungan dari orang-orang yang ada disekitarnya sehingga dapat membantu terjadinya perubahan perilaku pada klien.




Sumber :
Sihotang, L. (2011). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol. Medan: USU: Tidak diterbitkan.
Slamet, I.S.S & Markam, S. (2007). Pengantar psikologi klinis. Jakarta: Penerbit  Universitas Indonesia (UI-Press).
Tomb, D.A. (2003). Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta: EGC

A.    Pengertian Terapi Kelompok
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Sitohang, 2011).
Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep dalam Sitohang, 2011).
Terapi Kelompok adalah bentuk terapi yang melibatkan satu kelompok dari pertemuan yang telah direncanakan oleh seorang terapis yang ahli untuk memfokuskan pada satu atau lebih dalam hal:
1.      Kesadaran dan pengertian diri sendiri.
2.      Memperbaiki hubungan interpersonal.
3.      Perubahan tingkah laku.

B.  Cara Melakukan Terapi Kelompok
1. Tahap Intake
Tahap ini ditandai oleh adanya pengakuan dari klien mengenai masalahnya  yang mungkin tepat dipecahkan melalui terapi kelompok ataupun terapis juga dapat menelaah situasi yang dialami klien. Tahap intake disebut juga sebagai tahap kontrak antara terapis dengan klien, karena pada tahap ini terdapat persetujuan dan komitmen antara terapis dan klien untuk melakukan kegiatan-kegiatan perubahan tingkah laku melalui terapi kelompok.

  1. Tahap Assesmen dan Perencanaan Intervensi
Terapis dan para anggota terapi (klien) mengidentifikasi permasalahan, tujuan-tujuan kelompok serta merancang rencana tindakan pemecahan masalah. Pada tahap ini juga dibahas tempat atau ruangan pelaksanaan terapi kelompok, frekuensi pertemuan, lama pertemuan dan waktu yang dibutuhkan.

  1. Tahap Penyeleksian Anggota
Penyeleksian anggota untuk membentuk suatu kelompok harus dilakukan terhadap orang-orang yang paling mungkin mendapatkan manfaat dari keterlibatannya dalam kelompok. Dalam pembentukan kelompok harus mempertimbangkan tipe permasalahan, persamaan tujuan, persamaan jenis kelamin untuk masalah-masalah tertentu dan tingkatan umur.
  1. Tahap Pengembangan Kelompok
Norma-norma, harapan-harapan, nilai-nilai dan tujuan-tujuan kelompok akan muncul dalam tahap ini sehingga dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aktivitas serta relasi yang berkembang dalam kelompok. Oleh karena itu, pada tahap ini terapis memegang peranan penting untuk dapat membantu kelompok mencapai tujuan.
  1. Tahap Evaluasi dan Terminasi
Dalam langkah ini terapis perlu melihat sejauh mana keberhasilan terapi kelompok yang telah dijalankan melalui evaluasi. Berdasarkan hasil evaluasi, maka dilakukanlah terminasi atau pengakhiran kelompok. Terminasi dilakukan berdasakan pertimbangan dan alasan mengenai tujuan individu maupun kelompok tercapai, waktu yang ditetapkan telah berakhir, kelompok gagal mencapai tujuan-tujuannya, serta keberlanjutan kelompok dapat membahayakan satu atau lebih anggota kelompok.

C.  Manfaat Terapi Kelompok
      1. Membentuk sosialisasi.
2. Meningkatkan identitas diri.
3. Menyalurkan emosi secara konstruktif.
4. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.
5. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui
    komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
6. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti
          kognitif dan afektif
7. Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan
sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan
tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.

D.  Kasus – Kasus yang Diselesaikan Dalam Terapi Kelompok
1.    Kecanduan alcohol, rokok,  dan obat-obatan terlarang
2.    Kecemasan yang berlebihan
3.    Kemalasan bekerja
4.    Konflik antar pegawai
5.    Kenakalan remaja
6.    kekerasan seksual
7.    Perilaku kekerasan pada penderita skizofrenia
8.    Stress dalam menghadapi penyakit
9.    Permasalahan hubungan sosial

E. Contoh Kasus Dalam Terapi Kelompok
    Mila adalah Seorang mahasiswa tingkat tiga di salah satu Universitas ternama di kota Makassar. Mila dalam keseharian dikenal sebagai seorang mahasiswa yang ramah oleh teman-temannya. Tidak ada yang salah dalam perilakunya, namun lain halnya bagi teman-teman dekat Mila. Mereka merasa bahwa Mila memiliki kecemasan yang berlebihan, sehingga setiap saat harus ditemani oleh temannya. Terutama dalam hal-hal yang membutuhkan pilihan. Bagi teman-temannya, perilaku Mila yang terlalu bergantung pada orang lain cukup mengganggu, mereka mengkhawatirkan apa yang akan terjadi jika tidak ada mereka disamping Mila. Setelah melakukan wawancara langsung dengan Mila yang dibungkus dalam bentuk curhat-curhatan, Mila mengaku bahwa ia menjadi seperti itu karena Mila yang juga merupakan anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan di keluarganya sewaktu kecil segalanya diuruskan oleh orang tua dan kakak-kakaknya. Mila mengatakan bahwa pernah sekali ia bermain dengan ayahnya, ketika sang ayah tidak melihat Mila yang tengah bersembunyi dibalik tembok dan tiba-tiba mengagetkan ayahnya. Namun, ternyata ayahnya langsung jatuh dan kejang-kejang sambil memegang dadanya, dan setelah dirujuk ke dokter diketahui bahwa ayahnya terkena penyakit jantung. Mila sangat sedih dan ketakutan dan mengaku bahwa saat itulah pertama kalinya ia dimarahi habis-habisan oleh kakak-kakaknya. Pada kasus tersebut dapat ditangani dengan metode penanganan gestal: Terapi kelompok, klien dalam terapi kelompok biasanya merasakan kelegaan dan harapan karena menyadari bahwa masalah mereka tidaklah unik. Terapi kelompok memberi mereka dukungan situasiyang kondusif untuk diskusi yang terus terang mengenai dorongan dan metodekontrak diri. Selain adanya keinginan dari klien untuk melakukan perubahan, dukungan dari luar juga mempengaruhi. Didalam terapi kelompok klien diberikan dukungan dari orang-orang yang ada disekitarnya sehingga dapat membantu terjadinya perubahan perilaku pada klien.

Sumber :
Sihotang, L. (2011). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol. Medan: USU: Tidak diterbitkan.
Slamet, I.S.S & Markam, S. (2007). Pengantar psikologi klinis. Jakarta: Penerbit  Universitas Indonesia (UI-Press).
Tomb, D.A. (2003). Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta: EGC


Template by:

Free Blog Templates